Senin, 22 Juni 2009

Makalah Logika-Mantiq

KEPUTUSAN


A. PENGERTIAN KEPUTUSAN
Keputusan adalah perbuatan manusia yang di dalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu. (A Proposition is a statement in which anything what so ever is affirmed or denied atau a statement in which man affirms or denies something of something else). Dalam definisi diatas mengandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan :
“Perbuatan manusia”. Bahwa keputusan adalah perbuatan akal. Tetapi yang bekerja dengan akal-budi adalah manusia seluruhnya. Seperti : (1). “Melihat” bukan hanya mata saja yang melihat, melainkan manusia-dengan matanya. (2). Bukan hanya akal saja yang berpikir, melainkan manusia-dengan akal budinya.
“Mengakui atau memungkiri”. Sebuah keputusan menegaskan sesuatu, tegasnya menyatakan atau menyangkal suatu hubungan antara dua pengertian. Contoh : kalau saya berkata : ‘Slamet itu sehat’, maka dalam pernyataan ini ‘Slamet’ dan ‘sehat’ saya nyatakan bukanlah sebagai dua hal yang terpisah, melainkan satu kesatuan : Slamet = sehat.
Sebaliknya, dalam keputusan negatif, misalnya : ‘Slamet itu tidak pandai’. Disini dinyatakan bahwa tidak ada kesatuan. Slamet dan pandai dinyatakan tidak sama : Slamet ≠ pandai.
“Sesuatu tentang sesuatu”. Dalam keputusan dipersatukan atau dipisahkan ialah subjek dan predikat. Keputusan merupakan suatu pernyataan, yang di dalamnya suatu predikat diakui atau dimungkiri tentang suatu subjek.

B. UNSUR-UNSUR KEPUTUSAN
Keputusan mengandung tiga unsur, yaitu :
1.Subjek (sesuatu yang diberi keterangan), contoh : Dialah yang mencuri buah-buahan itu.
2.Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang subjek), contoh : Yang mencuri buah-buahan itu (S) adalah dia (P).
3.Kata penghubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subjek dan predikat), contoh :- Kenikmatanlah yang dikejar orang.
- Yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P).
Dari ketiga unsur itu, kata penghubunglah yang terpenting. Subjek dan predikat merupakan materi keputusan. Sedangkan kata penghubung merupakan bentuk, forma-nya. Kata ini memberikan corak atau warna yang harus ada dalam suatu keputusan.

C. MACAM-MACAM KEPUTUSAN
Berdasarkan sifat afirmasi dan negasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.Keputusan Kategoris ialah keputusan yang di dalamnya predikat (P) diakui atau dipungkiri tentang subjek (S) ‘tanpa syarat’. Hal ini masih dapat diperinci :
Keputusan kategoris tunggal, memuat hanya satu subjek (S) dan satu predikat (P).
Keputusan kategoris majemuk, memuat lebih dari satu subjek (S) atau predikat (P). Keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti : dan …..dan, dimana…., disana dan sebagainya.
Ditambah dengan keterangan modalitas (pasti, mungkin, mustahil, dan sebagainya).
Keputusan kategoris dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat, khususnya kalimat berita. Misalnya : Kapan mau berangkat ?
2.Keputusan hipotetis ialah predikat (P) menerangkan subjek (S) dengan suatu syarat, tidak secara mutlak. Ini diperinci :
Kondisional (bersyarat) : jika…maka
Disyungtif : atau….atau
Konyungtif : tidak sekaligus…..dan….

D. MENGATAKAN SESUATU TENTANG SESUATU
Dilihat dari sudut bentuk luasnya, keputusan masih dapat dibedakan menjadi :
Putusan Afirmatif
Dalam putusan afirmatif, S dan P dinyatakan satu. Kata penghubung menghubungkan, mempersatukan P danS. Dirumuskan dengan istilah-istlah yang kita sudah kita kuasai :
a.Isi predikat diterapkan pada (dikatakan tentang) Subjek.
b.Luas subjek dinyatakan masuk luas / lingkungan predikat.
Misalnya : “kucing itu binatng.” Dalam putusan ini dinyatakan bahwa ‘kucing’ dan ‘binatang’ itu merupakan satu subjek. Semua unsur dari isi pengertian ‘binatang’ terdapat didalam kucing; karena itu ‘kucing’termasuk lingkungan ‘bintang’ hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

S
kucing

lingkaran yang ‘memuat’ semua kucing dinyatakan termasuk lingkaran binatang. Lingkaran yang memuat semua binatang lebih besar dari pada lingkaran kucing masih banyak binatang lainnya.
Putusan Negatif
Dalam putusan negative justru dinyatakan tidak ada kesatuan antara S dan P. S dan P dipisah-pisahkan, dikatakan tidak sama. mungkin S dan P itu dalam banyak hal kesamaan tetapi paling sedikit terdapat satu hal yang dinyatakan tidak sama misalnya kucing dan anjing meskipun banyak kesamaan namun harus dikatakan ‘kucing itu bukan anjing’ atau ada kucing yang termasuk lingkungan anjing dan sebaliknya. Jika digambarkan :
S = P







E. PENGGOLONGAN PUTUSAN MENURUT LUASNYA
Dalam sebuah isi predikat diterapkan pada subjek, dan luas subjek dimasukkan kedalam lingkungan predikat maka penting sekali kita memperhatikan apakah dikatakan tentang seluruh subjek, atau hanya sebagian saja, misalnya “orang desa itu kolot” apakah ini ditunjukkan pada semua orang desa? Atau tentang sebagian saja ? apakah semua orang dari semua orang desa itu kolot? Untuk menentukan benar atau salahnya ucapan seperti itu, perlu ditegaskan dahulu!
Pembagian term dalam universal, partikuler, dan singular. Hal ini sekarang kita terapkan pada putusan. Luas putusan ditentukan oleh luas subjeknya. Maka putusan dibedakan :
Singular = putusan yang subjeknyasinguler : jadi, jika predikat diakui atu di pungkiri hanya tentang satu hal yang ditunjukkan dengan jelas. Misalnya “beberapa penduduk desa ini cukup kaya”
Partikuler = putusan yang subjeknya partikuler: jadi, jika predikat diakui atau dipugnkiri tentang sebagian dari seluruh luas subyeknya. Misalnya : “beberapa penduduk desa ini cukup kaya”
Universal = putusan yang subyenya universal ; jadi, jika presikatnya diakui atau dipungkiri tentang seluruh luas subjeknya. Misalnya : “manusia itu makhluk berbidi”.
Ucupan-ucapan seperti orang bali pandai menari atau orang jerman suka menyayi disebut putusan-putusan umum. Dalam putusan ini dikatakan sesuatu yang pada umumnya benar, tetapi selalu mungkn ada perkecualiannaya. Putusan-putusan ini tidak salah (=tidak benar) kalau ada beberapa orang bali yang ternyata yang tidak pandai manari. Putusan-putusan umum ini termasuk putusan partikuler.
Keputusan A-E-I-O
Menurut bentuk kata penghubungnya, putusan dibagi ke dalam putusan afirmatif dan negative.
Afirmatif = positif, meng-ia-kan,mengakui: S = P
Negatif = memungkiri,. Memisahkan, meniadakan : S # P
Menurut luasnya putusan dibagi menjadi : universal, partikuler, singular.
Jika kedua ini dikombinasikan, maka kita peroleh pambagian putusan yang dalam logika sangat terkenal, yang disebut putusan A-E-I-O.
Keputusan :
A = afirmatif dan universal
E = negative dan universal
I = afirmatif dan partikuler atau singular
O = negative dan partikuler atau singular
Contoh-contoh :
A. Semua Mahasiswa lulus. Manusia adalah makhluk sosial. Besi itu logam
E. Seorang pun tiada yang dapat menerangkan hal ini. Yang sudah lulus, tidak perlu menempuh ujian lagi.
I. Ada serangga yang berbahaya. Banyak orang desa yang dewasa ini terpaksa menganggur. orang bali pandai menari
O. Ada kucing yang tak makan tikus. Sementara orang tidak suka lagu pop. Banyak orang tidak cukup sadar akan tanggung jawab sosial mereka.
















DAFTAR PUSTAKA


Dr. W. Poespoprodjo, Drs. EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, Bandung : Pustaka Grafika, 2006.
Alex Lanur Ofm, Logika Selayang Pandang, Yogyakarta : Kanisius, 1983.

Senin, 01 Juni 2009

Makalah Ilmu Kalam

BAB I

PENDAHULUAN

Muktazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang dikenal bersifat rasional dan liberal. Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya adalah pandangan-pandangan teologisnya yang lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil 'aqliah (akal) dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut “aliran rasionalis Islam”. Muktazilah didirikan oleh Wasil bin Atha' pada tahun 100 H/718 M.

Dr. Ibrahim Madkour menyebut orang-orang Muktazilah sebagai pendiri ilmu kalam yang sebenarnya. Karena hampir setiap pemikiran penting dalam ilmu kalam ditemukan landasannya di kalangan mereka. Muktazilah telah membahas sebagian problematika ilmu kalam pada tahun-tahun pertama abad ke-2 H. mereka serius menggelutinya selama satu setengah abad. Muktazilah merupakan aliran rasional yang membahas secara filosofis problem-problem teologis yang tadinya belum ada pemecahan. Dengan nama studi tentang akidah, Muktazilah sebenarnya juga membahas masalah moral, politik, fisika dan metafisika. Mereka membentuk suatu pemikiran yang berkonsentrasi membahas masalah Tuhan, alam dan manusia.

Secara garis besar, aliran Muktazilah melewati dua fase yang berbeda, yakni fase bani Abbasiyah dan fase bani Buwaihi. Generasi pertama mereka hidup di bawah pemerintahan bani Umayyah, namun untuk waktu yang tidak terlalu lama. Meski demikian, generasi awal inilah yang menancapkan tonggak awal Muktazilah sehingga bisa eksis di masa-masa berikutnya, bahkan sampai saat ini.

Demikian hebat dan luasnya jangkauan konsep teologis Muktazilah. Namun, dalam tulisan kali ini penulis akan memfokuskan kajian pada masalah (1.) latar belakang munculnya Muktazilah, (2.) Tokoh-tokohnya, (3.) Ajaran asas muktazilah. Berikut penulis sajikan pembahasan tentang ketiga hal tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN


A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA ALIRAN MUKTAZILAH
Aliran ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Munculnya aliran Muktazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khawarij, orang mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir.
Sementara itu, kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang kontroversial ini, Wasil bin Atha' yang ketika itu menjadi murid Hasan Al Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahalui gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya. Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat di antara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.

Pendapat Wasil bin Atha' yang kemudian menjadi salah satu doktrin Muktazilah yakni al manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Setelah mengeluarkan pendapatnya ini, Wasil bin Atha' pun akhirnya meninggalkan perguruan Hasan al Basri dan lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok itulah yang menjadi cikal bakal aliran Muktazilah. Setelah Wasil bin Atha' memisahkan diri, sang guru yakni Hasan al Basri berkata: ''I'tazala 'anna Wasil (Wasil telah menjauh dari diri kita). Menurut Syahristani, dari kata i'tazala 'anna itulah lahirnya istilah Muktazilah. Ada lagi yang berpendapat, Muktazilah memang berarti memisahkan diri, tetapi tidak selalu berarti memisahkan diri secara fisik. Muktazilah dapat berarti memisahkan diri dari pendapat-pendapat yang berkembang sebelumnya, karena memang pendapat Muktazilah berbeda dengan pendapat sebelumnya. Selain nama Muktazilah, pengikut aliran ini juga sering disebut kelompok Ahl al-Tauhid (golongan pembela tauhid), kelompok Ahl al-Adl (pendukung faham keadilan Tuhan), dan kelompok Qodariyah. Pihak lawan mereka menjuluki kelompok ini sebagai golongan free will dan free act, karena mereka menganut prinsip bebas berkehendak dan berbuat.

Ketika pertama kali muncul, aliran Muktazilah tidak mendapat simpati umat Islam, terutama di kalangan masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Muktazilah yang bersifat rasional dan filosofis. Alasan lain mengapa aliran ini kurang mendapatkan dukungan umat Islam pada saat itu, karena aliran ini dianggap tidak teguh dan istiqomah pada sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Aliran Muktazilah baru mendapatkan tempat, terutama di kalangan intelektual pada pemerintahan Khalifah al Ma'mun, penguasa Abbasiyah (198-218 H/813-833 M).

Kedudukan Muktazilah semakin kokoh setelah Khalifah al Ma'mun menyatakannya sebagai mazhab resmi negara. Hal ini disebabkan karena Khalifah al Ma'mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan filsafat dan ilmu pengetahuan. Dan pada masa kejayaan itulah karena mendapat dukungan dari penguasa, kelompok ini memaksakan alirannya yang dikenal dalam sejarah dengan peristiwa Mihnah (Pengujian atas paham bahwa Alquran itu makhluk Allah, jadi tidak qadim). Jika Alquran dikatakan qadim, berarti ada yang qadim selain Allah, dan ini hukumnya syirik.

B. TOKOH-TOKOH MUKTAZILAH

Tokoh-tokoh Muktazilah yang terkenal ialah:

1. Wasil bin Ata’, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.

2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun lima ajaran asas Muktaziliyah.

3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.

4. Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Jubba’i (849-915 M).

C. AJARAN MUKTAZILAH

Muktazilah mempunyai lima ajaran asas yaitu :

1. Al-Tauhid التوحيد :

· Muktazilah percaya kepada Tauhid yaitu Tuhan itu satu. Mereka berbeda dalam menerangkan tentang konsep Tauhid supaya sejalan dengan wahyu dan akal. Contoh akal manusia tidak cukup kuat untuk mengetahui segalanya karena itu manusia memerlukan wahyu untuk sampai kepada kesimpulan yang berkenaan dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk mereka." Konsep Tauhid ini diterangkan dalam hasil kerja cendekiawan Muktazilah, hakim agung Abd al-Jabbar ibn Ahmad.

· al-Qur'an ialah makhluk.

· Tuhan di alam akhirat kelak tak terlihat oleh mata manusia. Mereka berdalil dalam firman Allah Ta’ala :
" قال رب أرنى أنظر إليك قال لن ترانى "

Artinya :
“Maka Nabi Musa berkata: Wahai Tuhan ku perlihatkanlah kepadaku dzat Mu yang Maha Suci supaya aku dapat memandang kepada Mu, Allah menjawab: Engkau tidak sekali-kali dapat melihat Ku”
Mereka menafikan penglihatan itu berdasarkan kepada tafsiran mereka akan perkataan لن yang menafikan masa sekarang dan akan datang.

2. Al-'Adl العدل - Keadilan Tuhan.

maksud dari keadilan menurut aliran ini adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak (masyi’ah) Allah, firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu mereka namakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah. Al-Wa’du Wal-Wa’id.

3. Al -Wa'du wal -Wa'id الوعد و الوعيد Janji-ancaman

bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka menyebutnya dengan Wa’idiyyah.

4. Al-Manzilah bayna al-Manzilatayn المنزلة بين المنزلتين - Posisi pertengahan.

Pendapat ini dicetuskan Wasil ibn Ata’ yang membuatnya berpisah dari gurunya Hasan al-Basri, bahwa mukmin berdosa besar dan tidak bertaubat, dia bukan mukmin (beriman) tetapi juga bukan kafir (tidak beriman), statusnya boleh dipanggil fasik. Mereka ini boleh dikebumikan sebagai Muslim, dan didoakan. Hanya Tuhan yang akan menentukan di neraka mana mereka ditempatkan karena neraka itu mempunyai banyak tingkatan untuk semua golongan.
Imam Hasan al-Basri berpendapat muslim berdosa besar masih seorang mukmin sementara golongan Khawarij mengatakan mereka kafir.

5. الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر – melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.

Wajib melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.

BAB III

KESIMPULAN

Kaum Muktazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama ”kaum rasionalis Islam”.

Secara harfiyah muktazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran muktaziliyah (memisahkan diri) muncul di Basrah, Irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha’ (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Basri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Aliran ini menyebut dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).

Perlawanan terhadap muktazilah tetap berlangsung, yaitu mereka (yang menentang) muktazilah dan kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang di gagas oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang muktazilah. Aliran ini lebih dikenal denagn al- Asy’ariah. Disamarkand muncul pula penentang muktazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur Muhammad al-Maturidi (994 M). Aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Muktazilah.

Berdasarkan uraian pembahasan di bab II bahwa sejarah munculnya aliran muktazilah ini tidak lepas dari pengaruh perbedaan-perbedaan paham dan dalam hal sejarah perkembangan teologi, pemikiran, doktrin-doktrin keagamaan dan lainnya.

Selasa, 28 April 2009

Pengembangan kurikulum





  1. Teori kurikulum” adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan atau penggunaan dan evaluasi. Kurikulum Salah satu sub teori dari teori pendidikan adalah teori kurikulum. Bekembangnya teori kurikulum ikut andil menjadikan teori pendidikan semakin besar dan pesat.

    Pengembangan kurikulum” adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup : perencanaan, penerapan dan evaluasi. Dengan demikian hubungan teori dengan pengembangan kurikulum saling terkait satu dengan yang lain karena teori kurikulum menyangkut konsep kurikulum, sedangkan pengembangan kurikulum menyangkut pelaksanaanya.

  2. Sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil yang di inginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satupun aspek-aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebih lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasi" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives”, yang ketiganya merupakan suatu hirarki vertikal. Dengan Adanya klasifikasi tujuan kurikulum maka rencana kurikulum harus dikembangkan dengan ketiganya tersebut. Seperti : Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran.

  3. Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi.

    Contoh : CTL , manfaat CTL secara tidak langsung anak didik agar leluasa menerapkan apa yang menjadi cita-citanya.

Jumat, 24 April 2009

kultum

setiap waktu, detik, menit, hari, kapan dan dimana kita berada kita harus berdzikir mengingat Allah SWT